Sumber: Times of India | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Dalam wawancara di Lex Fridman Podcast, CEO Google Sundar Pichai membagikan pandangan kepemimpinan yang berbeda dari citra khas eksekutif teknologi terkenal.
Menurutnya, ketika pemimpin kehilangan kendali emosi di bawah tekanan, mereka justru mendorong tim ke arah yang salah, merusak kepercayaan, dan menurunkan kinerja anggota tim.
Ia mengatakan, “Ya, saya juga marah dan frustrasi seperti orang lain, tetapi saya menyadari bahwa kehilangan kendali jarang membantu mencapai hal yang benar-benar penting.”
Baca Juga: Saham BRIS Ditutup Stagnan Rp 2.770 Kamis (14/8), Transaksi Mencapai Rp 45,50 Miliar
Kepemimpinan adalah Membimbing, Bukan Memerintah
Melasir dari media Times of India, Pichai membandingkan kepemimpinan dengan melatih tim olahraga profesional.
Seorang pelatih yang baik tahu kapan harus mendorong pemain hingga batas kemampuan dan kapan harus memberi ruang agar mereka menemukan ritmenya sendiri.
Pemimpin bisnis, menurutnya, harus memadukan ambisi dengan empati.
Ledakan emosi hanya sedikit membantu memecahkan masalah, bahkan menciptakan iklim ketakutan yang menghambat ide dan kolaborasi.
“Kepemimpinan yang hebat mirip dengan pelatih olahraga yang hebat, soal mengelola orang dan memunculkan potensi terbaik mereka,” ujarnya.
Faktor Tenang di Situasi Tekanan Tinggi
Di perusahaan sebesar Google, dengan tim global yang mengerjakan proyek kompleks berisiko tinggi, kestabilan emosi seorang pemimpin bukan hanya diinginkan, tetapi juga mutlak diperlukan.
Pichai menjelaskan bahwa tugas pemimpin adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan individu memberikan kinerja terbaik, dengan memahami apa yang memotivasi dan apa yang membuat mereka kehilangan semangat.
Ia menekankan pentingnya waktu dan penilaian yang tepat, seperti pelatih yang tahu kapan memberi semangat membara atau kapan memberikan ketenangan.
Baginya, respons yang terukur lebih berharga daripada gestur dramatis, karena menjaga urgensi tanpa terjebak pada intimidasi adalah keterampilan tersendiri.
Tonton: Program 3 Juta Rumah Belum Capai Target pada 2025, Istana: Tetap Prioritas Presiden
Menetapkan Budaya Tim
Pichai juga menyoroti efek berantai ketika pemimpin mampu menjaga keseimbangan emosinya. Saat pemimpin tetap tenang di tengah tekanan, tim cenderung mengikuti.
Di era di mana burnout dan kecemasan marak di tempat kerja, kestabilan emosional bisa sama berharganya dengan keterampilan teknis.
Penelitian psikologi organisasi menunjukkan bahwa tim bekerja lebih baik ketika merasa aman untuk berbagi ide dan mengambil risiko.
Pemimpin yang tenang membantu menciptakan rasa aman tersebut. Pendekatan Pichai, yang memadukan ekspektasi tinggi dengan ketenangan emosional, berpotensi menarik generasi muda yang mengutamakan empati dan lingkungan kerja sehat.
Dengan analogi kepelatihan olahraga, Pichai mengingatkan bahwa kepemimpinan adalah soal menang, tetapi menang tanpa kehilangan orang-orang yang membuat kemenangan itu mungkin, bahkan di saat taruhannya setinggi apa pun.
Selanjutnya: Simak Rekomendasi Saham MAPI yang Dikabarkan Akan Membawa Ace Hardware ke Indonesia
Menarik Dibaca: Orang Indonesia Makin Pintar Berbelanja, Ini Buktinya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News