Sumber: Yahoo Finance | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Nvidia dikenal sebagai raksasa chip kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) atau AI yang mendominasi pasar global.
Lonjakan permintaan komputasi AI membuat valuasi perusahaan melonjak hingga menembus kisaran US$4 triliun dan berkontribusi besar terhadap pergerakan indeks saham Amerika Serikat.
Namun, di balik dominasi tersebut, mulai muncul kekhawatiran tentang arah persaingan AI ke depan. Sejumlah analis menilai posisi Nvidia tidak sepenuhnya aman jika pesaing utama mampu membangun ekosistem AI yang mandiri dan berkelanjutan.
Baca Juga: Profil Igor & Dmitri Bukhman: Miliarder Game Online dari Israel
Pandangan kritis ini salah satunya disampaikan oleh Stephen Witt, penulis biografi Jensen Huang berjudul The Thinking Machine.
Dalam wawancaranya, Witt menyoroti bahwa ancaman terbesar Nvidia saat ini justru datang dari Google, terutama melalui pengembangan model AI Gemini yang sepenuhnya berjalan di atas chip buatan sendiri.
Google dan Ancaman Model Gemini
Google dinilai memiliki posisi unik dalam persaingan AI karena tidak hanya mengembangkan perangkat lunak, tetapi juga perangkat kerasnya sendiri.
Model Gemini dilatih menggunakan Tensor Processing Units atau TPU yang dirancang khusus oleh Google. Menurut penilaian Witt yang dilansir dari Yahoo Finance, Gemini menunjukkan performa sangat kompetitif dalam berbagai tolok ukur AI, bahkan unggul di luar ekosistem Nvidia.
Kondisi ini memunculkan risiko strategis bagi Nvidia. Jika Google mampu mempertahankan keunggulan AI dengan mengandalkan chip internal tanpa bergantung pada GPU Nvidia, maka hal tersebut dapat menjadi preseden bagi perusahaan teknologi besar lain.
Mereka bisa mengikuti langkah serupa dengan membangun chip AI sendiri untuk mengurangi ketergantungan pada Nvidia.
Bagi pasar, skenario ini bukan sekadar ancaman teoritis. Keberhasilan Google dapat mengubah peta persaingan chip AI global dan menekan pertumbuhan pendapatan Nvidia dalam jangka panjang.
Hal inilah yang membuat sebagian analis menilai sangat mungkin saham Nvidia mengalami koreksi signifikan jika dominasi tersebut goyah.
Persaingan Chip yang Semakin Ketat
Selain Google, Nvidia juga menghadapi tekanan dari pemain lama dan baru di industri semikonduktor. Broadcom dan Advanced Micro Devices terus memperkuat posisi mereka di segmen chip berperforma tinggi. Kompetisi ini membuat pasar chip AI semakin padat dan inovasi menjadi faktor penentu utama.
Dalam situasi seperti ini, valuasi tinggi Nvidia dinilai sangat sensitif terhadap perubahan sentimen.
Saham perusahaan tersebut telah naik lebih dari 1.270 % dalam 5 tahun terakhir, sehingga ekspektasi investor berada di level yang sangat tinggi. Sedikit saja sinyal perlambatan atau ancaman struktural dapat memicu reaksi pasar yang signifikan.
Baca Juga: Kunci Sukses ala Charlie Munger: Jaga Modal, Hindari Kesalahan Fatal
Strategi Jensen Huang Melihat Gelombang Berikutnya
Menghadapi risiko persaingan di AI generatif, Jensen Huang disebut tidak tinggal diam. Fokus Nvidia mulai diarahkan ke gelombang komputasi berikutnya, yaitu robotika.
Bidang ini dinilai sebagai potensi pasar baru yang sangat besar, dengan kebutuhan komputasi tinggi yang masih sejalan dengan keunggulan Nvidia.
Menurut Witt, jika Nvidia mampu mendominasi sektor robotika seperti halnya di AI, maka potensi kapitalisasi pasarnya bisa bertambah beberapa triliun dolar AS.
Robotika dinilai tidak hanya mencakup manufaktur, tetapi juga logistik, layanan kesehatan, hingga otomasi rumah tangga, sehingga ruang pertumbuhannya masih sangat luas.
Masalah Suksesi yang Membayangi Nvidia
Di luar persoalan teknologi dan persaingan, Nvidia juga menghadapi tantangan internal yang tidak kalah penting, yakni isu suksesi kepemimpinan.
Jensen Huang saat ini menjadi figur sentral yang sangat dominan dalam perusahaan. Ia tidak hanya CEO, tetapi juga simbol visi dan arah strategis Nvidia.
Witt menilai bahwa tidak terlihat adanya sosok wakil atau calon penerus yang jelas di jajaran manajemen puncak. Dewan direksi pun belum memberikan sinyal terbuka mengenai rencana suksesi.
Kondisi ini membuat sebagian investor khawatir, mengingat valuasi Nvidia dalam banyak hal sangat bergantung pada visi pribadi Huang.
Kekhawatiran tersebut semakin besar karena peran teknis Huang yang sangat kuat. Ia dikenal sebagai insinyur kelas dunia yang memahami desain chip secara mendalam.
Kemampuan teknis ini dianggap krusial bagi siapa pun yang kelak memimpin Nvidia. Fakta bahwa 2 anak Huang yang bekerja di perusahaan tidak memiliki latar belakang teknis juga menutup spekulasi tentang suksesi berbasis keluarga.
Sisi Lain Jensen Huang di Balik Panggung
Di mata publik, Jensen Huang dikenal dengan citra karismatik, gaya presentasi penuh percaya diri, dan jaket kulit khasnya.
Namun, gambaran di balik layar jauh lebih kompleks. Witt menggambarkan Huang sebagai pemimpin yang sangat intens dan perfeksionis, dengan dorongan kerja yang berasal dari rasa takut akan kegagalan.
Tonton: Hanya Laku Rp11 T dari Target Rp 15 T! Patriot Bond II Mengecewakan
Motivasi tersebut, menurutnya, justru menjadi bahan bakar utama kesuksesan Nvidia. Huang disebut merancang setiap penampilan publiknya dengan sangat detail, termasuk pidato dan presentasi, meskipun berbicara di depan umum bukanlah hal yang mudah baginya.
Pendekatan ini membuat Nvidia tampil konsisten sebagai pemimpin inovasi, tetapi juga memperkuat ketergantungan perusahaan pada satu figur sentral.
Dengan kombinasi ancaman eksternal dari Google dan pesaing chip lain, serta tantangan internal terkait kepemimpinan, masa depan Nvidia menjadi topik yang semakin menarik untuk dicermati.
Seperti dikutip dari Yahoo Finance, semua faktor tersebut menjadikan perjalanan Nvidia ke depan tidak hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi juga oleh strategi jangka panjang dan kesiapan menghadapi perubahan besar di industri AI.
Selanjutnya: BMKG: Prakiraan Cuaca Surabaya 15 Des 2025, Hujan Ringan
Menarik Dibaca: Purin, Biang Kerok yang Bikin Gejala Asam Urat Makin Parah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













