kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.951.000   -8.000   -0,41%
  • USD/IDR 16.304   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.533   43,20   0,58%
  • KOMPAS100 1.070   7,34   0,69%
  • LQ45 793   -2,68   -0,34%
  • ISSI 254   0,66   0,26%
  • IDX30 409   -1,29   -0,31%
  • IDXHIDIV20 467   -2,82   -0,60%
  • IDX80 120   -0,30   -0,25%
  • IDXV30 124   0,09   0,07%
  • IDXQ30 131   -0,56   -0,43%
GLOBAL /

'Lebih Baik Mati di Sini' Warga Palestina Tolak Pengusiran Massal dari Gaza City


Sabtu, 09 Agustus 2025 / 08:13 WIB
'Lebih Baik Mati di Sini' Warga Palestina Tolak Pengusiran Massal dari Gaza City
ILUSTRASI. Ratusan ribu warga Palestina di Gaza City menghadapi ancaman pengusiran massal setelah Israel mengumumkan rencana pengambilalihan militer. REUTERS/Dawoud Abu Alkas/File Photo

Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ratusan ribu warga Palestina di Gaza City menghadapi ancaman pengusiran massal setelah Israel mengumumkan rencana pengambilalihan militer atas kota terbesar di Jalur Gaza, yang saat ini menjadi tempat berlindung hampir satu juta orang.

Rencana ini disetujui pada Jumat (8/8) oleh Kabinet Keamanan Israel dan mencakup pemindahan paksa warga Palestina yang sudah berulang kali mengungsi ke “zona konsentrasi” di bagian selatan Gaza. Keputusan tersebut memicu ketakutan, kemarahan, sekaligus tekad untuk bertahan di kalangan penduduk.

Warga Gaza: “Lebih Baik Mati di Sini”

Banyak warga yang menolak untuk meninggalkan Gaza City meskipun terancam serangan. Ahmed Hirz, yang telah mengungsi bersama keluarganya sedikitnya delapan kali sejak perang dimulai, menyatakan:

Baca Juga: Jerman Hentikan Ekspor Senjata ke Israel, Respons atas Rencana Serangan ke Kota Gaza

“Saya sudah menghadapi kematian ratusan kali. Lebih baik mati di sini,” ujarnya kepada Al Jazeera.

“Kami telah mengalami kelaparan, penyiksaan, dan penderitaan. Keputusan akhir kami adalah mati di sini,” tambahnya.

Rajab Khader menegaskan dirinya menolak pindah ke selatan Gaza, meskipun harus hidup di jalanan. Sementara Maghzouza Saada, yang sebelumnya diusir dari Beit Hanoon, mempertanyakan logika pemindahan:

“Selatan tidak aman. Gaza City tidak aman. Utara tidak aman. Haruskah kami melemparkan diri ke laut?”

Kepanikan Massal dan Ketidakpastian Tujuan

Reporter Al Jazeera di Gaza City, Hani Mahmoud, melaporkan bahwa sejak dini hari Jumat, warga berada dalam “keadaan panik”. Beberapa mulai mengemasi barang seadanya, bukan karena tahu tujuan mereka, tetapi agar tidak terjebak saat pengusiran dimulai.

“Zona evakuasi yang dijanjikan Israel justru sering menjadi lokasi pembunuhan warga,” kata Mahmoud.

Amjad Shawa, Direktur Palestinian NGO Network, menambahkan bahwa kondisi saat ini jauh lebih berbahaya karena infrastruktur vital seperti rumah sakit dan fasilitas air telah hancur.

“Kami memiliki lansia yang tidak bisa berjalan, pasien dan korban luka yang tidak dapat dipindahkan. Kami tidak bisa meninggalkan mereka,” ujarnya.

Baca Juga: Rencana Israel Rebut Kota Gaza Picu Gelombang Kecaman Global

Serangan Berlanjut: 36 Tewas dalam Sehari

Seiring dengan rencana eskalasi, serangan Israel terus menghantam warga sipil. Sedikitnya 36 orang tewas sejak pagi hari, termasuk 21 orang yang sedang mencari bantuan pangan, menurut sumber medis.

Serangan juga terjadi di Bani Suheila, Khan Younis, menewaskan dua warga. Di Gaza utara, seorang pencari bantuan ditembak mati, sementara di lokasi distribusi yang dikelola GHF – yayasan yang didukung AS dan Israel – sedikitnya dua orang tewas.

GHF rencananya akan memperluas jumlah pusat bantuannya dari empat menjadi 16, meski lebih dari 1.300 warga telah tewas di lokasi-lokasi serupa.

Potensi Pengusiran 900.000 Warga

Menurut Al Jazeera, Israel belum mengumumkan jadwal pasti pengambilalihan Gaza City. Namun, pergerakan pasukan di sepanjang perbatasan selatan Gaza menunjukkan indikasi operasi darat besar-besaran. Proses pemindahan paksa hingga 900.000 warga diperkirakan memakan waktu beberapa minggu.

Dalam jangka panjang, rencana Israel mencakup penguasaan penuh keamanan Gaza dan pembentukan administrasi sipil alternatif yang bukan Hamas maupun Otoritas Palestina. Menurut para pakar militer, implementasinya bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Baca Juga: Israel Berencana Ambil Alih Kota Gaza, Begini Respons Hamas dan Negara-Negara Arab

Kecaman Global dan Tuduhan “Kejahatan Perang”

Rencana Israel menuai kecaman dari PBB, Uni Eropa, dan sejumlah negara. Hamas menyebut langkah tersebut sebagai “kejahatan perang” dan menuduh AS memberikan perlindungan politik kepada Israel.

Di sisi lain, Wakil Presiden AS JD Vance menolak mengomentari apakah Washington telah diberi informasi sebelumnya, namun tetap menegaskan penolakan terhadap pembentukan negara Palestina.

Dewan Keamanan PBB dijadwalkan mengadakan sidang darurat akhir pekan ini untuk membahas eskalasi di Gaza City.

Selanjutnya: AS Izinkan Nvidia Ekspor Chip ke China, Hapus Hambatan Besar Akses Pasar

Menarik Dibaca: Kumpulan Resep Dada Ayam Filet yang Gampang dan Enak, Cocok Buat Stok di Kulkas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

×