Sumber: Yahoo Finance | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Bitcoin baru saja melewati minggu yang berat, di mana harganya sempat merosot di bawah angka psikologis US$ 100.000, level terendah dalam enam bulan terakhir.
Mengutip Yahoo Finance, pada hari Jumat (7/11/2025), mata uang kripto terbesar di dunia ini terpantau anjlok hingga 20% dari harga tertinggi sepanjang masa yang sempat dicapai pada 6 Oktober, yaitu di atas US$ 126.000.
Wall Street melihat penurunan tajam ini disebabkan oleh aksi jual besar-besaran oleh investor awal (early adopters) yang melepas kepemilikan mereka.
Menurut analisis dari Ed Engel (Compass Point), sejak akhir Juni, total penjualan bersih dari para pemegang jangka panjang ini sudah melebihi 1 juta Bitcoin.
Likuidasi besar-besaran posisi kripto yang menggunakan leverage pada 10 Oktober juga menambah tekanan pada pasar. Sejak saat itu, Bitcoin kesulitan mencari pijakan setelah menembus level support US$ 117.000, lalu US$ 112.000.
"Kami belum benar-benar merebut kembali level ini sejak saat itu, dan saya pikir itu adalah sinyal bahwa kita, sayangnya, berada dalam bear market," kata Markus Thielen, pendiri dan CEO 10X Research di Singapura, kepada Yahoo Finance pada Jumat pagi.
Firma Thielen, yang bulan lalu memprediksi Bitcoin akan jatuh ke US$ 100.000, kini memperkirakan pasar mungkin masih "beberapa minggu lagi" untuk mencapai titik terendah yang ideal untuk dibeli.
Baca Juga: Invetor Legendaris Ini Ramal Emas & Bitcoin Akan Terbang Sebelum Krisis Baru Meledak
"Saya kira ada risiko singkat di mana kita masih bisa terkoreksi jauh lebih dalam," tambahnya.
10X Research menjelaskan, pembeli marjinal mulai mundur karena modal yang sempat mengejar harga tinggi kini sudah keluar (flushed out) atau tidak lagi menawar dengan keyakinan kuat. Manajer investasi dengan posisi long melalui ETF juga kemungkinan dipaksa mengurangi kepemilikan seiring turunnya harga aset.
Pulihnya nilai dolar AS baru-baru ini juga dapat menjadi tantangan bagi pasar kripto. Reli dolar yang berkelanjutan berpotensi menjadi hambatan bagi Bitcoin.
"Ada ruang kosong di bawah US$ 93.000, dan tidak banyak support di sana," kata Thielen.
"Kemungkinan akan ada likuidasi yang berpotensi membawa kita ke level US$ 70.000," tambahnya.
"Secara historis, investor 'OG' ini (investor awal) cenderung menjual di puncak siklus, hanya untuk membeli kembali nanti, dan saya pikir itu mungkin yang akan kita lihat di sini," tambahnya.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Berharap Bitcoin dan Ethereum Jatuh, Biar Bisa Beli Lebih Banyak!
Di sisi lain, ada beberapa katalis bullish yang bisa mengangkat harga, termasuk potensi pemotongan suku bunga The Fed pada bulan Desember dan prospek kepemimpinan yang lebih dovish di bank sentral, mengingat masa jabatan Ketua Jerome Powell akan berakhir Mei mendatang.
Pembukaan kembali pemerintahan AS juga dapat memberikan tailwind (dorongan positif) bagi kripto, karena beberapa analis memperkirakan likuiditas tambahan dari belanja pemerintah akan mengalir kembali ke pasar dan mendukung harga.
Sean Farrell, kepala aset digital di Fundstrat, mengatakan dalam sebuah video pada hari Kamis bahwa shutdown (penutupan) pemerintah "mencekik kondisi likuiditas dan memicu kekhawatiran pertumbuhan."
Sementara itu, JPMorgan dalam catatannya pada hari Rabu menyebutkan bahwa episode deleveraging yang menjatuhkan Bitcoin pada Oktober "sebagian besar sudah berakhir."
Nikolaos Panigirtzoglou, managing director JPMorgan, menambahkan bahwa "peningkatan volatilitas emas selama sebulan terakhir telah membuat Bitcoin lebih menarik" bagi investor relatif terhadap emas.
Tonton: Heboh, SpaceX Milik Elon Musk Pindahkan Bitcoin Senilai Lebih dari Rp 2,2 Triliun
Perbandingan tersebut menyiratkan "potensi kenaikan signifikan bagi Bitcoin selama 6-12 bulan ke depan," yang berpotensi mendorong harga setinggi $170.000.
Kesimpulan:
Harga Bitcoin baru-baru ini mengalami penurunan tajam, anjlok hingga 20% dari rekor tertingginya, bahkan sempat menyentuh level US$ 100.000, dipicu oleh aksi jual besar-besaran oleh investor awal (early adopters) dan likuidasi posisi leverage. Analis dari 10X Research memprediksi pasar sedang berada dalam bear market dan memperingatkan potensi koreksi lebih dalam, bahkan hingga level $70.000, karena minimnya support dan berkurangnya keyakinan pembeli marjinal. Namun, pandangan ini dibantah oleh JPMorgan yang menilai fase deleveraging sudah selesai dan percaya bahwa peningkatan volatilitas emas membuat Bitcoin semakin menarik sebagai aset alternatif. JPMorgan memproyeksikan harga dapat mencapai US$ 170.000 dalam 6-12 bulan ke depan, terutama jika didukung oleh potensi pemotongan suku bunga The Fed atau tambahan likuiditas dari pemerintah AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













