Sumber: USA Today | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Banyak pengamat melihat Pemilu 2024 sebagai penegasan kemenangan gemilang agenda Partai Republik di bawah Donald Trump, sekaligus penolakan total terhadap Partai Demokrat.
Melihat kembali hari itu, 5 November 2024, narasi yang tak terhitung jumlahnya menggambarkan Partai Demokrat yang kacau balau, tanpa pemimpin dan arah, sementara Trump dan Partai Republik merebut mandat bersejarah untuk merombak pemerintahan Amerika.
Melansir USA Today, satu tahun kemudian, sejumlah ekonom mengatakan hasil pemilu 2024 sebenarnya bukan tentang politik partisan. Bagi banyak pemilih, isu utama pada Hari Pemilu adalah ekonomi—lebih spesifik, inflasi: harga sebutir telur.
"Inflasi yang tinggi, biaya hidup yang tinggi, itulah yang menenggelamkan mereka (Demokrat)," kata Mark Zandi, kepala ekonom di Moody’s Analytics. "Itu adalah rintangan yang sangat sulit dilalui."
Inflasi sempat mencapai puncaknya dalam 40 tahun terakhir, yaitu 9,1% pada musim panas 2022. Harga melonjak di seluruh dunia tahun itu, sebuah krisis inflasi global yang dipicu oleh kekurangan rantai pasok era COVID-19 dan invasi Rusia ke Ukraina.
Pada Hari Pemilu, harga konsumen sudah 20% lebih tinggi dibandingkan tahun 2020.
Baca Juga: Toyota Recall 1 Juta Mobil, Apa Penyebabnya?
Hasil exit poll menunjukkan bahwa inflasi yang tak terkendali menjadi faktor besar dalam kemenangan Trump atas kandidat Demokrat, Kamala Harris. Dalam polling ABC News, lebih dari dua pertiga pemilih mengatakan ekonomi berada dalam kondisi buruk. Dalam polling CBS News, tiga perempat pemilih mengatakan inflasi adalah kesulitan yang mereka alami.
Sampai batas tertentu, inflasi memang menjadi kutukan bagi Partai Demokrat.
"Inflasi adalah masalah besar dalam pemilihan itu," ujar Desmond Lachman, peneliti senior di American Enterprise Institute, sebuah lembaga pemikir libertarian. "Tampaknya sebagian besar orang benar-benar kesal karenanya."
Mengapa Trump Menang pada 2024?
Dalam satu tahun sejak pemilu, para pollingster dan pengamat telah melahirkan banyak teori untuk menjelaskan kemenangan Trump, bagian dari kemenangan besar Partai Republik yang membuat mereka menguasai ketiga cabang pemerintahan: Kepresidenan, kedua majelis Kongres, dan Mahkamah Agung yang konservatif.
Satu teori berpendapat bahwa Demokrat memilih kandidat yang buruk, dimulai dengan Presiden Joe Biden yang menua, kemudian menggantinya dengan Harris setelah Biden mundur.
Penjelasan lain: Trump membangun koalisi pemilih kelas pekerja multi-etnis yang tak terhadang, terutama laki-laki.
Baca Juga: Invetor Legendaris Ini Ramal Emas & Bitcoin Akan Terbang Sebelum Krisis Baru Meledak
Dan teori lainnya: Pemilu menandakan Amerika bergeser ke kanan, atau bahwa pemilih meninggalkan Harris dan Demokrat.
Bahkan Biden sendiri mengatakan kepada USA Today bahwa ia bisa saja memenangkan pemilihan, jika ia tidak memilih keluar dari kampanye di bawah tekanan partainya.
Inflasi Era Pandemi Menumbangkan Puluhan Pemimpin Dunia
Namun, tren global menunjukkan bahwa Biden atau Harris akan menghadapi perjuangan berat melawan inflasi pada tahun 2024.
Antara 2020 dan 2024, petahana kehilangan jabatan dalam 40 dari 54 pemilihan yang diadakan di negara-negara demokrasi Barat, menurut Steven Levitsky, seorang ilmuwan politik Harvard.
Salah satu korban dari inflasi global adalah Justin Trudeau, Perdana Menteri Kanada, yang meninggalkan jabatannya tahun ini di tengah kemarahan yang meningkat atas biaya hidup.
"Inflasi yang diakibatkan COVID menggulingkan pemimpin terpilih di sebagian besar negara maju di seluruh planet," kata Joshua Gotbaum, sarjana tetap di nonpartisan Brookings Institution. "AS bukanlah pengecualian."
Pemilih Amerika menyalahkan Demokrat atas kenaikan harga. Apakah itu adil?
Pada Maret 2021, Presiden Biden menandatangani undang-undang stimulus senilai US$ 1,9 triliun, American Rescue Plan, mengarahkan pembayaran hingga US$ 1.400 kepada warga Amerika yang lelah karena pandemi.
Banyak ekonom mengatakan paket stimulus Biden memperburuk inflasi.
"The American Rescue Plan adalah kesalahan kebijakan yang sangat besar," kata Douglas Holtz-Eakin, presiden American Action Forum.
Namun, krisis inflasi Amerika tidak terjadi dalam ruang hampa. Ketika USA Today melakukan polling terhadap tujuh ekonom terkemuka November lalu, sebagian besar menyebut pandemi global, bukan Biden, sebagai penyebab utama kenaikan harga.
Tonton: Segmen Mobil Listrik Rp 200 Jutaan Kian Ketat, Wuling Air EV Kini Banyak Pesaing
Bukan Hanya Soal Ekonomi di 2024
Inflasi bukan satu-satunya alasan Demokrat kehilangan kursi kepresidenan.
Banyak laporan fokus pada kemunduran Biden dan pengunduran diri mendadak sebagai faktor penting dalam kemenangan Trump.
Imigrasi juga menjadi faktor kekalahan Demokrat. Trump berjanji akan membendung gelombang penyeberangan perbatasan ilegal di bawah Biden dan Demokrat.
"Saya pikir Trump terpilih karena dua alasan," kata Holtz-Eakin. "Alasan nomor 1 adalah masalah imigrasi/penyeberangan perbatasan, dan nomor 2 adalah ekonomi."
Kesimpulan:
Menurut para ekonom, faktor utama di balik kemenangan Donald Trump dan Partai Republik dalam Pemilu AS 2024 bukanlah semata-mata politik partisan, melainkan isu inflasi dan tingginya biaya hidup yang membuat pemilih menghukum petahana Demokrat.
Meskipun AS memiliki indikator ekonomi yang kuat (pertumbuhan, pengangguran rendah), kenaikan harga konsumen (yang mencapai lebih dari 20% sejak 2020) menciptakan perasaan bahwa negara berada di jalur yang salah.
Fenomena ini sejalan dengan tren global di mana petahana di banyak negara demokrasi Barat kalah jabatan akibat inflasi pasca-COVID. Selain faktor ekonomi, isu imigrasi dan perbatasan serta kemunduran kandidat Demokrat juga dinilai berkontribusi besar terhadap kemenangan Trump.
Selanjutnya: Laba Anjlok 47%, Begini Prospek Bisnis Nikel dan Batubara PT Harum Energy Tbk (HRUM)
Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Menguat, Berikut Rekomendasi Saham BNI Sekuritas Jumat (7/11)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













