Sumber: The Street | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Harga emas sempat naik seperti roller coaster minggu lalu. Setelah melonjak lebih dari 50% year-to-date ke rekor tertinggi mendekati US$ 4.400 per ounce, logam mulia ini mencatat kinerja terburuknya dalam satu hari selama sedekade, anjlok lebih dari 6% pada 21 Oktober.
Kondisi ini memicu perdebatan: apakah masa kejayaan emas sudah berakhir, atau justru saatnya investor "beli saat turun" (buy the dip)?
Mengutip The Street, para pemburu emas yang ingin membeli saat harga turun memang muncul, sehingga kerugian agak berkurang. Namun, harga emas tetap mengakhiri minggu dengan penurunan 3,5%—situasi yang tidak terlalu menenangkan.
Meskipun demikian, Goldman Sachs tidak terlalu khawatir. Hal ini terlihat dari pembaruan perkiraan harga emas mereka untuk tahun 2026.
Baca Juga: Tarif AS Naik, Dolar Menguat — IMF Peringatkan Risiko Ganda untuk Asia
Emas Melonjak Ketika Imbal Hasil dan Dolar Melemah
Ekonomi AS sedang berada di persimpangan jalan dan menciptakan ketidakpastian. The Federal Reserve (Bank Sentral AS) bingung antara dua tugas utamanya: mendorong angka pengangguran rendah dan mengendalikan inflasi.
Pasar kerja terlihat melemah, ditandai dengan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran. Sementara itu, tarif yang diterapkan Presiden Donald Trump menaikkan biaya, yang menyebabkan inflasi merangkak naik.
Pada Agustus, angka pengangguran dilaporkan mencapai 4,3%, tertinggi sejak 2021. Data menunjukkan hampir 1 juta PHK tahun ini, naik 55% dari periode yang sama tahun 2024.
Di saat yang sama, Indeks Harga Konsumen (inflasi) mencapai 3% pada September, naik dari 2,3% di April, sebelum sebagian besar tarif diberlakukan.
Dinamika ini menekan The Fed, tetapi sebagian besar pihak memperkirakan fokus The Fed akan tetap pada pelemahan pasar kerja. Ini didasarkan pada pemikiran umum bahwa dampak tarif pada inflasi akan terbukti hanya sementara (transitory).
Tonton: Harga Perak Melejit Lampaui Emas, Goldman Sachs Wanti-wanti Risiko
Sementara itu, tumpukan utang AS dan risiko yang meningkat bahwa pembeli asing mungkin enggan untuk terus membelinya membuat banyak orang mempertanyakan kesehatan ekonomi.
Akibatnya, imbal hasil obligasi Treasury cenderung menurun, terutama setelah The Fed memotong suku bunga pada September sebesar seperempat persen. Dolar AS juga melemah dari tahun ke tahun.
Imbal hasil Treasury 10-tahun turun ke 4% dari 4,77% pada awal Januari. Indeks Dolar AS (DXY) turun menjadi 99 dari 109 selama periode yang sama.
Kedua hal ini baik untuk emas. Secara historis, harga emas bergerak berlawanan dengan imbal hasil obligasi dan Dolar.
Mengapa? Pertama, imbal hasil Treasury yang lebih rendah membuatnya kurang menarik sebagai alternatif safe-haven selain emas. Kedua, karena emas dihargai dalam Dolar AS, Dolar yang lebih rendah membuat logam mulia itu lebih menarik bagi pembeli asing, termasuk bank sentral.
Goldman Sachs Tetap Bullish dan Naikkan Target
Ayunan harga emas minggu ini mendorong analis Goldman Sachs untuk meninjau kembali target harga mereka. Bank investasi ini tidak gentar dengan penurunan harga baru-baru ini, justru mereka menggandakan keyakinan bullish (optimis naik) mereka.
"Setelah periode arus masuk yang besar dan momentum yang meluas, pembalikan dan 'pencernaan' (penurunan wajar) adalah hal yang sehat bagi emas dan tidak mengubah pandangan bullish struktural multi-tahun kami terhadap emas di masa depan," tulis analis Goldman Sachs.
Pandangan bullish Goldman Sachs bahwa penurunan harga emas ini sehat didasarkan pada tiga alasan utama:
1. Pembelian tahunan 760 ton oleh bank sentral pada tahun 2025 dan 2026, jauh di atas rata-rata pra-2022 (400-500 ton).
2. Arus masuk sekitar 360 ton ke ETF (dana yang diperdagangkan di bursa) emas.
3. Siklus pelonggaran kebijakan oleh The Fed yang akan memberikan tiga kali lagi pemotongan suku bunga hingga awal 2026.
Tonton: Sanksi Trump ke Rusia dan China Bisa Picu Krisis Dolar, Emas Jadi Pilihan Aman
Goldman Sachs menyimpulkan bahwa kemungkinan suku bunga yang lebih rendah mendorong imbal hasil Treasury turun, ketidakpastian ekonomi yang berkelanjutan, dan Dolar yang tertekan menunjukkan bahwa meskipun harga emas bisa menguji level support dekat US$ 4.000, harganya akan meroket pada akhir tahun dan sepanjang 2026.
Sebagai hasilnya, target harga emas Goldman Sachs adalah US$ 4.440 pada kuartal pertama 2026, dan melonjak menjadi US$ 5.055 pada kuartal keempat tahun depan.
Selanjutnya: Nikmati Makan Berdua Hemat dengan Promo HokBen Payday Deals sampai 31 Oktober
Menarik Dibaca: Nikmati Makan Berdua Hemat dengan Promo HokBen Payday Deals sampai 31 Oktober
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













