Sumber: ABC News | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Israel telah memulai tahap pertama serangan terhadap Kota Gaza pada Rabu (20/8/2025). Bahkan Israel berencana mengerahkan 50.000 hingga 60.000 pasukan cadangan untuk menduduki kota tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Eddie Defrin dan seorang pejabat militer Israel.
"Kami telah memulai operasi awal dan tahap pertama serangan terhadap Kota Gaza. Pasukan IDF sudah menguasai pinggiran Kota Gaza," kata Defrin, seperti yang dilansir dari ABC News.
Menurut pejabat tersebut, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada hari Rabu menyetujui rencana militer IFF, dengan nama sandi "Kereta Perang Gideon II," untuk menyerang dan menduduki kota tersebut.
Pemanggilan akan segera dimulai, kata pejabat tersebut.
Sementara itu, setidaknya 58 warga Palestina tewas dalam 24 jam terakhir dalam serangan Israel di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.
Hal ini terjadi setelah Hamas menyatakan persetujuannya terhadap proposal gencatan senjata dari Qatar dan Mesir pada hari Senin. Proposal tersebut kabarnya didasarkan pada kerangka kerja yang diajukan oleh AS pada bulan Juni.
Baca Juga: Ini Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza yang Diterima Hamas, Israel Masih Pikir-Pikir!
Israel belum berkomentar mengenai keputusan Hamas untuk menerima proposal tersebut.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengaitkan keputusan Hamas untuk menerima usulan gencatan senjata tersebut dengan unggahan media sosial Presiden Donald Trump yang mengatakan bahwa para sandera yang tersisa hanya akan dikembalikan ketika Hamas dikonfrontasi dan dihancurkan.
"Saya rasa bukan suatu kebetulan bahwa Hamas menerima proposal ini setelah Presiden Amerika Serikat mengunggah pernyataan yang sangat tegas tentang konflik ini di Truth Social kemarin," kata Leavitt pada hari Selasa, merujuk para wartawan kembali ke unggahan Trump.
ABC News belum mengonfirmasi detail pasti dari proposal tersebut atau apa yang disetujui Hamas.
Awal bulan ini, kabinet keamanan Israel menyetujui rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar militer Israel menduduki Kota Gaza, dalam perluasan operasi militer yang muncul di tengah kecaman internasional atas memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza.
Baca Juga: Ribuan Warga Palestina Mengungsi dari Gaza di Tengah Ancaman Serangan Darat Israel
"Rencana serangan militer Israel di Kota Gaza harus segera dihentikan," kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk pada 8 Agustus, memperingatkan akan terjadinya "pengungsian paksa yang lebih besar."
Bulan lalu, 115 organisasi menggambarkan kekurangan pangan yang parah di Gaza sebagai "kelaparan massal", karena pengepungan pemerintah Israel membuat rakyat Gaza kelaparan.
Israel menyalahkan Hamas atas kekurangan pangan tersebut, dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada 20 Agustus, "Jika kami memiliki kebijakan kelaparan, tidak seorang pun di Gaza akan selamat setelah dua tahun perang. ... Dalam beberapa bulan terakhir, Hamas telah dengan kejam menjarah truk-truk bantuan yang seharusnya mengangkut warga sipil Palestina. Mereka sengaja menciptakan kekurangan pasokan."
Namun, Hamas membantah klaim tersebut.
Awal pekan ini, IDF mengatakan pihaknya mengimbau komunitas Yahudi di luar negeri untuk mengatasi kekurangan tentara yang parah, menurut seorang pejabat senior IDF.
Kekurangan tentara —diperkirakan mencapai 10.000 hingga 12.000 tentara— dan kurangnya rekrutmen Haredi dari komunitas ultra-ortodoks mendorong IDF untuk mengupayakan segala cara untuk mengisi kembali pasukannya, kata pejabat senior IDF tersebut.
IDF bermaksud untuk menjangkau komunitas Yahudi terbesar di Diaspora, dengan tujuan mendorong rekrutmen pemuda Yahudi usia wajib militer untuk datang ke Israel selama beberapa tahun guna bertugas di militer, tambah pejabat tersebut. Komunitas utama yang akan menjadi fokus upaya ini adalah Amerika Serikat dan Prancis.
Tonton: Prabowo Akan Obati Warga Gaza di Indonesia, Pulau Galang Dipilih Jadi Lokasinya
Potensi rekrutmen kemungkinan besar dilakukan kepada mereka yang berusia 18 hingga 25 tahun, usia wajib militer, di komunitas Yahudi terbesar yang melebihi 10.000 orang dalam setiap kelompok tahunan.
"Tujuan yang ingin kami tetapkan adalah meningkatkan perekrutan sekitar 600 hingga 700 tentara tambahan setiap tahun dari komunitas Yahudi di luar negeri," ujar seorang pejabat senior IDF kepada ABC News.
Selanjutnya: Regulator Perbankan Australia Ingatkan Kenaikan Risiko Serangan Siber
Menarik Dibaca: Harga Emas Antam Terbang Tinggi Hari ini Kamis 21 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News