Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Pada Selasa (5/8/2025), Rusia mengatakan bahwa mereka tidak akan lagi membatasi penempatan rudal jarak menengah yang dapat membawa hulu ledak nuklir.
Reuters melaporkan, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, berbicara sehari setelah Rusia mengatakan akan mencabut apa yang disebutnya moratorium sepihak atas penempatan rudal jarak menengah. Rusia mengatakan bahwa ini merupakan respons paksa terhadap langkah-langkah yang diambil oleh AS dan sekutunya.
"Rusia tidak lagi memiliki batasan apa pun dalam hal ini, Rusia tidak lagi menganggap dirinya dibatasi oleh apa pun," kata Peskov dalam pengarahan harian.
Peskov menambahkan, "Rusia menganggap dirinya berhak, jika perlu, untuk mengambil tindakan yang tepat, untuk mengambil langkah-langkah yang tepat."
Para analis keamanan Barat mengatakan bahwa "moratorium" tersebut, sebenarnya, sudah lama mati, jika memang pernah ada. Akan tetapi pengumuman Rusia tersebut dimaksudkan sebagai sinyal agresif kepada Barat di saat ketegangan tinggi terkait perang di Ukraina.
"Ini mengirimkan pesan ke Eropa: jangan lupa bahwa kita punya rudal-rudal ini," ujar Nikolai Sokov, mantan negosiator pengendalian senjata Soviet dan Rusia, dalam sebuah wawancara telepon.
Baca Juga: Trump Berencana Temui Putin Pekan Depan, Tekanan AS Terhadap Rusia Kian Menguat
"Tujuan utamanya adalah untuk membuat orang Eropa lebih memikirkan rencana mereka, atau untuk mendinginkan suasana," tambah Sokov.
Sokov mengatakan pengumuman Rusia hanyalah formalitas mengingat Rusia telah mengerahkan rudal hipersonik jarak menengah baru bernama Oreshnik, yang telah diuji coba di Ukraina November lalu.
Presiden Vladimir Putin mengatakan pekan lalu bahwa Oreshnik telah diproduksi massal dan telah dikirimkan ke angkatan bersenjata. Ia mengatakan rudal itu juga akan ditempatkan di Belarus, sekutu Rusia yang berbatasan dengan tiga negara NATO.
Para analis militer mengatakan rudal itu dapat ditembakkan dengan hulu ledak konvensional maupun nuklir.
Perjanjian bersejarah
Catatan saja, menjelang berakhirnya Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet menyepakati perjanjian penting pada tahun 1987 untuk menghapus semua senjata nuklir dan konvensional jarak pendek dan menengah (INF) berbasis darat, yang didefinisikan sebagai senjata dengan jangkauan antara 500 km dan 5.500 km.
Namun pakta tersebut, yang pada saat itu dianggap sebagai tanda meredanya ketegangan antara kedua negara adidaya yang bersaing, berantakan seiring waktu karena hubungan yang memburuk.
Baca Juga: Amerika Serikat Akan Kenai Tarif Tinggi bagi Pembeli Minyak Rusia
Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2019 di masa kepresidenan pertama Donald Trump, dengan alasan dugaan pelanggaran yang dibantah Rusia.
Dengan latar belakang perang di Ukraina, Amerika Serikat tahun lalu mengatakan akan mulai menempatkan senjata di Jerman mulai tahun 2026, termasuk SM-6 dan Tomahawk, yang sebelumnya sebagian besar ditempatkan di kapal, dan rudal hipersonik baru.
Ini adalah sistem konvensional, tetapi beberapa juga, secara teori, dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir, dan para pakar keamanan mengatakan perencanaan Rusia harus memperhitungkan kemungkinan tersebut.
Gerhard Mangott, pakar Rusia di Universitas Innsbruck di Austria, mengatakan rencana penempatan rudal INF di Eropa oleh kedua negara NATO dan Rusia menandakan perlombaan senjata yang akan datang. Jika satu pihak menembakkan rudal semacam itu, pihak lain hanya punya waktu beberapa menit untuk merespons.
"Di Eropa Tengah, waktu peringatan akan dikurangi menjadi sekitar empat hingga lima menit, sehingga hal ini membuat eskalasi nuklir yang tidak diinginkan jauh lebih mungkin terjadi," ujarnya dalam sebuah wawancara telepon.
Tonton: Potensi Perang Nuklir Kian Terbuka, Rusia Keluar dari Perjanjian Nuklir Dengan AS
Sejak dimulainya perang Ukraina, Rusia telah menyampaikan berbagai peringatan kepada Barat agar tidak melakukan intervensi langsung dan mengambil risiko perang nuklir.
Namun, minggu ini, Rusia mengecilkan arti penting pengumuman Trump bahwa ia telah memerintahkan penempatan ulang kapal selam nuklir AS sebagai tanggapan atas apa yang disebutnya pernyataan mengancam dari mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev.
"Kami tidak yakin bahwa kami sedang membicarakan eskalasi apa pun sekarang. Jelas bahwa isu-isu yang sangat kompleks dan sangat sensitif sedang dibahas, yang tentu saja, dirasakan sangat emosional oleh banyak orang," kata juru bicara Kremlin, Peskov.
Selanjutnya: Trump Naikkan Tarif Impor Barang India 25%, Hubungan Dagang AS-India Memanas
Menarik Dibaca: Ini Cara Atasi Masalah Kulit Saat Cuaca Esktrem Ala Halodoc
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News