Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - TEL AVIV. Ratusan ribu warga Israel turun ke jalan pada Minggu malam (17/8/2025) di Tel Aviv, menuntut pemerintah segera mengakhiri perang di Gaza dan mencapai kesepakatan pembebasan sandera.
Aksi ini menjadi salah satu demonstrasi terbesar sejak konflik dimulai pada Oktober 2023.
Unjuk rasa yang dipusatkan di Hostage Square Tel Aviv itu merupakan puncak dari rangkaian protes nasional dan aksi mogok umum yang digelar pada hari yang sama.
Baca Juga: Singapura Bergabung dalam Operasi Penerjunan Bantuan Udara untuk Gaza
Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang penggagas aksi memperkirakan sekitar 500.000 orang hadir dalam demonstrasi malam, meski angka ini belum dikonfirmasi kepolisian.
“Kami menuntut perjanjian yang menyeluruh dan realistis serta diakhirinya perang. Kami menuntut apa yang menjadi hak kami, anak-anak kami,” kata Einav Zangauker, ibu dari sandera Matan, di hadapan massa.
Di tengah aksi, media lokal menayangkan video terbaru Matan Zangauker, direkam oleh Hamas di Gaza, yang menunjukkan kondisi fisiknya lemah dan kurus.
Sejumlah demonstran menilai aksi ini sebagai kesempatan terakhir menekan pemerintah.
“Mungkin ini menit-menit terakhir untuk menyelamatkan para sandera,” kata Ofir Penso (50), salah satu peserta aksi.
Baca Juga: Ketua MPR Kecam Kebiadaban di Gaza, Dorong Dukungan Tegas untuk Palestina
Aksi Nasional
Sejak pagi, demonstran memblokir jalan utama, membakar ban, dan bentrok dengan aparat. Polisi melaporkan lebih dari 30 orang ditangkap.
Namun di beberapa wilayah, termasuk pusat perbelanjaan utama di Yerusalem, aktivitas bisnis tetap berlangsung normal.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengkritik aksi protes tersebut, menyebutnya justru memperkeras posisi Hamas dan memperpanjang masa penyanderaan.
Sebaliknya, pemimpin oposisi Benny Gantz menuding pemerintah gagal membebaskan sandera dan kini malah menyerang keluarga korban.
Baca Juga: Israel Gempur Gaza City, 123 Tewas dalam 24 Jam Terakhir
Tekanan Internasional
Aksi massa ini berlangsung di tengah rencana Israel memperluas operasi militer ke Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di sekitarnya.
Kepala Staf Militer Israel Letnan Jenderal Eya Zamir memastikan, operasi tersebut segera dijalankan.
Namun, Hamas memperingatkan langkah itu akan memicu “gelombang baru pembantaian dan pengungsian massal”.
Radio Militer Israel melaporkan, warga sipil akan dievakuasi sebelum pasukan mengepung kota, dengan tambahan puluhan ribu pasukan cadangan dipanggil.
Baca Juga: Madonna Meminta Paus Leo untuk Mengunjungi Gaza Sebelum Terlambat
Sementara itu, PBB dan lembaga kemanusiaan memperingatkan risiko kelaparan meluas di Gaza akibat terbatasnya akses bantuan.
Pada Minggu, serangan Israel dilaporkan menewaskan lebih dari 60 warga Palestina, termasuk 37 orang yang tengah menunggu distribusi bantuan makanan.
Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.219 orang di Israel dan menculik 251 orang, konflik telah menewaskan lebih dari 61.944 warga Palestina, mayoritas warga sipil, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza yang dianggap kredibel oleh PBB.
Selanjutnya: Singapura Anggap Vaping Sebagai Masalah Narkoba, Sanksi Lebih Berat Menanti
Menarik Dibaca: Cara Menanam Cabe Sendiri di Halaman Rumah, Bisa Pakai Pot & Polybag!Cek di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News