kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.354.000   33.000   1,42%
  • USD/IDR 16.665   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.313   38,22   0,46%
  • KOMPAS100 1.153   3,35   0,29%
  • LQ45 832   3,97   0,48%
  • ISSI 292   0,40   0,14%
  • IDX30 437   3,94   0,91%
  • IDXHIDIV20 501   6,11   1,23%
  • IDX80 128   0,19   0,15%
  • IDXV30 137   0,22   0,16%
  • IDXQ30 139   0,98   0,71%
GLOBAL /

Bayangan Perang di Taiwan: Beijing Siap Bergerak, Dunia Tahan Napas


Jumat, 24 Oktober 2025 / 07:48 WIB
Bayangan Perang di Taiwan: Beijing Siap Bergerak, Dunia Tahan Napas
ILUSTRASI. PLA kini rutin mengirim puluhan pesawat tempur mendekati wilayah udara Taiwan. REUTERS/Dado Ruvic

Sumber: Time | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID -  Beginilah perang itu akan dimulai.

Di tengah panasnya kampanye pemilihan presiden, sebuah bom meledak — menebar kepanikan dan saling tuduh di seluruh negeri. Tak lama, pesawat pengintai China jenis Y-8 hilang di perairan timur Taiwan. Dengan alasan mencari pesawat yang hilang, Beijing mengirim kekuatan udara dan laut dalam jumlah besar, memblokade pulau itu.

Masyarakat Taiwan yang terisolasi mulai digempur propaganda dan disinformasi, memecah belah keluarga dan menyalakan konflik politik serta ekonomi dari dalam.

Saat pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) akhirnya mendarat, pulau itu sudah lebih dulu kalah — oleh dirinya sendiri.

Melansir Time, skenario menegangkan ini bukan berita utama, melainkan episode pembuka serial drama Taiwan Zero Day Attack, yang tayang perdana pada 2 Agustus lalu.

Dalam 10 episode berdurasi satu jam, sang kreator Cheng Hsin-Mei menggambarkan dengan teliti bagaimana invasi China ke Taiwan bisa terjadi, mulai dari intrik politik dan agama hingga manipulasi media dan ekonomi.

Meski fiksi, Cheng menegaskan cerita itu berakar pada situasi nyata yang kini sedang berkembang.

“Kalau kamu pergi ke wilayah perbatasan, kamu bisa benar-benar merasakan tegangannya,” kata Cheng dari kantornya di pusat Taipei.

“China sedang bersiap melakukan sesuatu,” tambahnya.

Baca Juga: Panas Dingin Lagi! China dan AS Bertemu di Malaysia Bahas Perang Dagang Jilid Baru

Bayangan Invasi yang Kian Dekat

Taiwan secara politik berpisah dari daratan China sejak perang saudara 1945–1949. Presiden Xi Jinping berulang kali menyebut “penyatuan kembali” Taiwan sebagai “takdir sejarah”.

PLA kini rutin mengirim puluhan pesawat tempur mendekati wilayah udara Taiwan — bahkan mencapai rekor 153 pesawat dalam 25 jam pada Oktober tahun lalu.

“Semakin sulit memprediksi kapan latihan militer mereka bisa berubah jadi invasi sungguhan,” ujar Wellington Koo, Menteri Pertahanan Taiwan.

“Itulah ancaman nyata yang kami hadapi.”

Meski ancaman perang terasa nyata, kehidupan di Taipei tampak normal: keluarga berbelanja di pasar malam, pasangan muda menikmati udara sejuk.

Namun, kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih menambah kecemasan baru di pulau berpenduduk 24 juta jiwa itu.

Baca Juga: Isu Taiwan Panaskan Hubungan AS-Tiongkok, Trump Yakin Bisa Damai dengan China

Ketakutan Baru di Era Trump

Bagi Taiwan, komitmen AS terhadap sekutu kini kembali diragukan. Kebimbangan Trump dalam mendukung Ukraina membuat banyak pihak khawatir bahwa Xi Jinping bisa melihat kesempatan emas untuk menyatukan Taiwan selama masa jabatannya.

Xi menyebut kembalinya Taiwan ke pangkuan China sebagai “inti kebangkitan bangsa”, yang harus terwujud paling lambat tahun 2049, bertepatan dengan 100 tahun berdirinya Partai Komunis Tiongkok.

“Taiwan harus kembali,” ujar seorang perwira senior PLA kepada TIME.

“Bagaimana mungkin negara terkuat di dunia tidak mengambil kembali wilayah yang menjadi haknya?” tambahnya.

Di forum keamanan Shangri-La Dialogue di Singapura, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan Xi telah memerintahkan militernya untuk siap menginvasi Taiwan pada 2027 — meski serangan bisa terjadi kapan saja.

Beijing menanggapi dengan peringatan keras bahwa AS “tidak boleh bermain api” soal Taiwan, yang disebutnya sebagai urusan dalam negeri China sepenuhnya.

Baca Juga: Pejabat Taiwan: Xi Jinping Bertindak seperti Hitler

Bisa Terjadi Kapan Saja

Menurut Oriana Skylar Mastro, pakar militer China dari Stanford University, nada pembicaraan pejabat China kini berubah drastis.

“Dulu mereka bilang, ‘kami sabar, orang China tidak membunuh orang China,’” katanya.

“Tapi dalam kunjungan terakhir saya ke Beijing, mereka bilang: ‘Kenapa kalian terobsesi dengan 2027? Itu bisa terjadi kapan saja’,” tambahnya.

Namun serangan semacam itu bukan tanpa risiko.
Invasi Taiwan akan menjadi operasi militer paling kompleks dalam sejarah modern, bahkan lebih rumit dari pendaratan D-Day pada Perang Dunia II.

Selain tantangan logistik menyeberangi Selat Taiwan, dampak ekonominya bisa mencapai US$ 10 triliun, atau sekitar 10% dari PDB global — jauh lebih besar dari efek perang Ukraina atau pandemi COVID-19.

Baca Juga: Trump Klaim Xi Tak Akan Serang Taiwan selama Ia Menjabat sebagai Presiden AS

Taiwan Bersiap untuk Bertahan

Taiwan kini sibuk meningkatkan pertahanan: membeli jet tempur dan sistem rudal dari AS, memperkuat industri pertahanan dalam negeri, serta memperpanjang wajib militer dari 4 bulan menjadi 1 tahun.

Pemerintah juga membentuk Komite Ketahanan Nasional untuk mengoordinasikan tanggap darurat, perlindungan infrastruktur vital, dan perang siber.

“Konsensusnya jelas: ancaman terhadap Taiwan kini lebih besar dari sebelumnya,”
kata Tseng Poyu, anggota komite sekaligus peneliti di LSM Doublethink Lab yang memantau disinformasi.

“Ketegangan saat ini berada di titik tertinggi sepanjang sejarah,” lanjutnya.

Bayangan Strategi China

Para analis sepakat, serangan pertama China mungkin bukan invasi penuh, melainkan blokade atau karantina laut.

Tujuannya: memutus rantai pasok Taiwan, menekan ekonomi, dan mengguncang psikologis warganya.

Seperti ajaran klasik Sun Tzu:

“Kemenangan terbesar adalah yang dicapai tanpa pertempuran.”

Tonton: Taiwan Larang Konsumsi Indomie Soto Banjar Lantaran Mengandung Etilen Oksida

China bisa saja memulai dengan aturan inspeksi kargo baru, menahan kapal nonpatuh, dan perlahan membentuk “kenormalan baru” yang menegaskan klaim kedaulatannya atas Taiwan.
Langkah itu akan menempatkan AS dan sekutunya pada posisi sulit — antara diam atau dianggap memicu perang.

“Akan sangat sulit bagi AS untuk menembus blokade tanpa risiko besar,” kata Thomas Shugart, mantan perwira Angkatan Laut AS.

Jika strategi itu gagal memaksa Taiwan menyerah, invasi penuh mungkin menjadi langkah berikutnya.

Selanjutnya: Kompensasi Energi di Awal Tetap Aman

Menarik Dibaca: Cara Mengatasi Postingan Instagram Teman Tidak Muncul di Beranda, Ini Langkahnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

×