kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.263.000   -4.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.652   14,00   0,08%
  • IDX 8.186   19,73   0,24%
  • KOMPAS100 1.142   2,43   0,21%
  • LQ45 838   1,42   0,17%
  • ISSI 283   -1,08   -0,38%
  • IDX30 441   0,56   0,13%
  • IDXHIDIV20 508   0,46   0,09%
  • IDX80 129   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -0,10   -0,07%
  • IDXQ30 140   -0,43   -0,31%
GLOBAL /

China vs AS: Perebutan Pengaruh di Asia Tenggara Makin Memanas, Siapa yang Menang?


Kamis, 30 Oktober 2025 / 09:25 WIB
China vs AS: Perebutan Pengaruh di Asia Tenggara Makin Memanas, Siapa yang Menang?
ILUSTRASI. China memperkuat perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China FTA 3.0, sementara AS menawarkan kesepakatan ekonomi baru. REUTERS/Damir Sagolj

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Persaingan Amerika Serikat dan China di Asia Tenggara semakin intens.

Setelah AS mengumumkan kesepakatan ekonomi baru dengan empat negara ASEAN pada hari Minggu, kini China langsung membalas langkah tersebut dengan memperkuat Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) China–ASEAN ke versi 3.0.

Langkah ini menegaskan bahwa kawasan Asia Tenggara kini menjadi pusat pertarungan pengaruh geopolitik dan ekonomi terbesar di dunia.

China–ASEAN FTA 3.0: Strategi Beijing Hadapi Proteksionisme AS

Mengutip Foreign Policy, peningkatan China–ASEAN Free Trade Agreement (FTA) 3.0 diumumkan pada Selasa (28/10/2025).

Tujuannya adalah memperluas kerja sama di berbagai sektor strategis seperti transportasi, perdagangan digital, ekonomi hijau, energi berkelanjutan, dan mitigasi bencana.

Perjanjian ini merupakan revisi ketiga sejak kerangka awal ditandatangani tahun 2002, dan diharapkan mampu:

  • Menghapus hambatan pasar,
  • Memperkuat rantai pasok kawasan,
  • Menarik investasi baru lintas sektor.

China dan ASEAN saat ini merupakan mitra dagang utama satu sama lain, dengan nilai perdagangan bilateral mendekati US$ 1 triliun tahun lalu.

Baca Juga: Emas Putih Geopolitik: Goldman Sachs Ungkap Mengapa Rare Earth Jadi Kartu As China

Zona perdagangan bebas ini mencakup lebih dari 2 miliar penduduk dengan total PDB kolektif mencapai US$ 3,8 triliun.

“Unilateralisme dan proteksionisme telah mengganggu tatanan ekonomi global. Dengan saling berkoordinasi, kita bisa menjaga kepentingan sah kita,” ujar Perdana Menteri China Li Qiang, menyinggung kebijakan tarif tinggi AS di bawah Presiden Donald Trump.

ASEAN di Tengah Tarik-Menarik Kepentingan

Meskipun negara-negara ASEAN menyambut baik peningkatan kerja sama perdagangan dengan China, sebagian tetap berhati-hati.

Beberapa negara menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kolaborasi ekonomi dan kedaulatan politik.

Presiden Ferdinand Marcos Jr. dari Filipina mengingatkan bahwa kerja sama ekonomi tidak boleh disertai tekanan politik.

“Kerja sama ini tidak dapat berjalan berdampingan dengan paksaan,” ujarnya, merujuk pada ketegangan berulang antara kapal China dan Filipina di Laut China Selatan.

Baca Juga: Malaysia Tegaskan Larangan Ekspor Rare Earth Mentah, Tak Mau Dikeruk Murah!

Amerika Serikat Menjawab dengan Diplomasi Ekonomi

Sementara itu, Presiden Donald Trump memanfaatkan KTT ASEAN minggu ini untuk memperkuat kehadiran AS di kawasan.

Ia menjadi saksi penandatanganan perjanjian damai antara Kamboja dan Thailand, meski Gedung Putih secara spesifik meminta agar pejabat China tidak hadir di ruangan tersebut — sebuah langkah simbolik yang menunjukkan rivalitas dua kekuatan besar ini.

“Sehari sebelumnya kami bersama Presiden Trump, hari ini kami bersama China. Inilah bentuk sentralitas ASEAN,” ujar Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang tahun ini menjabat sebagai Ketua ASEAN.

Menurut Anwar, peran sentral ASEAN adalah menjaga keterlibatan seimbang antara dua kekuatan global tanpa harus berpihak pada salah satunya.

Pertemuan Trump–Xi di APEC Korea Selatan

Perebutan pengaruh di Asia Tenggara diperkirakan akan berlanjut di KTT APEC akhir pekan ini di Korea Selatan, di mana Presiden Trump dijadwalkan bertemu langsung dengan Presiden Xi Jinping.

AS dikabarkan siap mengurangi sebagian tarif impor terhadap barang-barang China, asalkan Beijing memperketat pengawasan ekspor bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi fentanyl, obat terlarang yang kini menjadi krisis nasional di Amerika Serikat.

Pertemuan ini bisa menjadi ujian diplomatik besar — apakah rivalitas kedua negara akan mereda atau justru memasuki babak baru dalam perang pengaruh Asia-Pasifik.

Tonton: Debut Perdana PM Jepang Takaichi Sanae di ASEAN Summit: Tegaskan Sinergi FOIP dan AOIP

Kesimpulan

Asia Tenggara kini menjadi medan utama perebutan pengaruh global antara AS dan China.

Melalui jalur perdagangan, investasi, dan diplomasi, kedua kekuatan berusaha memikat hati negara-negara ASEAN yang berperan sebagai “penyeimbang” di antara mereka.

Namun, di tengah persaingan dua raksasa dunia, ASEAN berusaha mempertahankan sentralitas dan kemandirian agar tetap menjadi pemain, bukan sekadar arena perebutan kekuasaan global.

Sumber Data:

  • Reuters
  • Bloomberg
  • ASEAN Secretariat

Selanjutnya: 10 Orang Terkaya di Asia Tenggara Akhir Oktober 2025: Miliarder Indonesia Mendominasi

Menarik Dibaca: Modal Minimum Asuransi Syariah Makin Ketat, Nasabah Perlu Pantau Kondisi Perusahaan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

×