Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Malaysia menegaskan akan mempertahankan larangan ekspor bahan baku logam tanah jarang (rare earth) mentah untuk melindungi sumber daya nasional.
Langkah ini diumumkan hanya beberapa hari setelah penandatanganan kesepakatan mineral strategis dengan Amerika Serikat, yang menimbulkan spekulasi soal potensi perubahan kebijakan ekspor.
Malaysia Tak Mau Jadi Pemasok Murah
Dalam pernyataannya di parlemen, Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Aziz, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengizinkan ekspor mineral kritis mentah hanya demi keuntungan jangka pendek.
“Kami tidak lagi ingin menjadi negara yang hanya menggali dan mengirimkan bahan mentah murah seperti di masa lalu,” tegas Tengku Zafrul, dikutip dari Reuters.
Ia menambahkan, kebijakan ini bukan berarti pelarangan permanen atas perdagangan mineral, melainkan strategi untuk memastikan nilai tambah industri dilakukan di dalam negeri sebelum bahan mentah dijual ke luar negeri.
“Kebijakan kami adalah mencegah ekspor bahan mentah yang murah agar ada nilai tambah di Malaysia,” ujarnya.
Baca Juga: China Beli Kedelai AS Menjelang Pertemuan Trump-Xi: Sinyal Damai Dagang?
Fokus pada Investasi dan Transfer Teknologi
Malaysia kini mendorong investasi asing yang berorientasi pada pengolahan dan pemurnian rare earth, bukan ekspor mentah.
Pemerintah juga menargetkan kerja sama transfer teknologi dengan mitra global agar Malaysia mampu membangun rantai pasok bernilai tinggi di sektor mineral strategis ini.
Negeri Jiran diperkirakan memiliki cadangan rare earth mencapai 16,1 juta metrik ton, menjadikannya salah satu negara dengan potensi terbesar di Asia Tenggara.
Namun, keterbatasan kapasitas teknologi pemrosesan masih menjadi tantangan utama bagi Malaysia untuk memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal.
Potensi dan Dilema: Antara AS dan China
Langkah Malaysia ini terjadi di tengah dinamika geopolitik global antara Amerika Serikat dan China dalam perebutan pasokan mineral penting.
Rare earth merupakan bahan vital untuk produksi kendaraan listrik, semikonduktor, turbin angin, dan sistem pertahanan militer seperti rudal dan radar.
Baca Juga: Trump Siap Temui Kim Jong Un Lagi, Dunia Bertanya: Diplomasi atau Drama?
Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa Malaysia sedang menjajaki kerja sama dengan China, termasuk kemungkinan kemitraan antara Khazanah Nasional (dana kekayaan negara Malaysia) dan perusahaan asal Tiongkok untuk membangun fasilitas pemurnian di dalam negeri.
Kontradiksi dengan Kesepakatan AS?
Kesepakatan antara AS dan Malaysia, yang ditandatangani saat kunjungan Presiden Donald Trump ke Kuala Lumpur, mencakup komitmen untuk mendiversifikasi rantai pasok global mineral penting di luar dominasi China.
Dalam pernyataan bersama, Malaysia disebut “tidak akan memberlakukan larangan atau kuota ekspor mineral kritis ke Amerika Serikat.”
Namun, pernyataan terbaru dari Tengku Zafrul menunjukkan sikap berbeda.
Malaysia tampak tetap berpegang pada prinsip “ekspor hanya setelah pemrosesan dalam negeri”, bukan menjual bahan mentah dengan harga murah.
Tonton: Trump Beri Tarif Nol Persen untuk Produk Sawit, Karet, dan Kakao Malaysia
Kesimpulan
Kebijakan Malaysia mempertahankan larangan ekspor rare earth mentah menegaskan arah baru industri mineral negara itu: kedaulatan sumber daya, nilai tambah domestik, dan kemandirian teknologi.
Langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa Malaysia berupaya menyeimbangkan hubungan dengan AS dan China tanpa mengorbankan kepentingan nasionalnya sendiri.
Sumber Data:
- Reuters
- Parlemen Malaysia – Kementerian Perdagangan & Industri (MITI)
- Khazanah Nasional Berhad
Selanjutnya: Tak Hanya Penyaluran Kredit, Penjualan Aset di Bank Juga Menantang
Menarik Dibaca: Realme 15T Tonjolkan Textured Matte 4R Design dengan AirFlow VC Cooling
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













