Sumber: VN Express | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Fenomena demam emas melanda Australia.
Ribuan warga di Sydney rela mengantre berjam-jam hanya untuk membeli emas batangan, menjadikannya salah satu antrean investasi paling panjang dalam sejarah negeri itu.
Di tengah ketidakpastian global dan harga emas yang sempat menembus rekor tertinggi, masyarakat memandang emas sebagai safe haven — aset pelindung nilai klasik ketika gejolak ekonomi meningkat.
Antrean Panjang di Pusat Sydney
Mengutip VNExpress, bagi Prakas, warga Nepal-Australia, membeli emas saat perayaan Diwali adalah ritual tahunan yang sakral.
Namun, tahun ini berbeda. Ketika ia tiba di ABC Bullion Martin Place, antrean telah mengular lebih dari 400 orang.
“Saya belum pernah melihat yang seperti ini,” ujar Prakas kepada The Guardian.
Ia sempat menyerah setelah satu jam perjalanan dan kembali beberapa hari kemudian. Meskipun sudah memesan secara online, ia tetap harus menunggu dua jam sebelum bisa bertransaksi.
Baca Juga: Harga Emas Anjlok, Analis Bocorkan 3 Skenario Penurunan — Mana yang Paling Mungkin?
Menurut Jordan Eliseo, Manajer Umum ABC Bullion, toko tersebut dikunjungi lebih dari 1.000 pelanggan per hari selama sebulan terakhir, sementara ribuan lainnya memilih membeli emas secara daring.
“Ini pertama kalinya kami melihat permintaan emas sebesar ini secara berkelanjutan,” kata Eliseo.
“Ini benar-benar seperti gold rush modern.”
Harga Emas Meledak, Lalu Jatuh Tajam
Harga emas spot sempat menyentuh US$ 4.381,21 per ons pada 20 Oktober — rekor tertinggi sepanjang masa — sebelum anjlok ke sekitar US$ 3.970 per ons pada pekan berikutnya.
Sepanjang tahun ini, harga emas melonjak lebih dari 51%, didorong oleh ketegangan geopolitik, perang dagang, dan ekspektasi pemangkasan suku bunga AS.
Namun, reli tajam ini tidak bertahan lama.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga Lagi di Tengah Buta Data akibat Shutdown
Pada 22 Oktober, harga emas jatuh 6,8% dalam sehari, menjadi penurunan satu hari terbesar dalam 12 tahun terakhir.
Peringatan dari Para Ekonom
Kenaikan permintaan ritel yang ekstrem mulai memunculkan kekhawatiran di kalangan ekonom.
Shane Oliver, Kepala Ekonom di AMP, memperingatkan bahwa antrean panjang untuk membeli emas bisa menjadi sinyal bahaya bahwa pasar mulai memasuki fase spekulatif.
“Biasanya, ketika minat publik terlalu tinggi, pasar mendekati puncak siklusnya,” ujar Oliver.
Pandangan serupa disampaikan Ray Attrill, Kepala Strategi Valas di National Australia Bank (NAB).
Menurutnya, lonjakan cepat harga emas sejak September dan dominasi investor ritel melalui ETF menunjukkan potensi koreksi besar.
“Ada pepatah klasik pasar: ketika berita keuangan berpindah dari halaman bisnis ke halaman depan, puncaknya sudah dekat,” ujarnya.
“Aksi jual besar-besaran atau profit taking hampir tak terhindarkan.”
Antara Tradisi dan Tren Spekulatif
Bagi banyak warga Australia keturunan Asia Selatan, membeli emas saat perayaan Diwali merupakan tradisi spiritual sekaligus bentuk investasi keluarga.
Namun, bagi sebagian besar pembeli baru, emas kini dilihat sebagai instrumen cepat aman di tengah fluktuasi dolar, suku bunga tinggi, dan kekhawatiran geopolitik.
Kombinasi faktor budaya dan ekonomi inilah yang membuat fenomena antrean panjang di Sydney menjadi simbol baru dari demam emas global — di mana tradisi, ketakutan, dan spekulasi berbaur di tengah harga yang terus bergerak liar.
Tonton: Hartadinata Abadi HRTA Pasok Emas Batangan untuk Bank Muamalat
Kesimpulan
Fenomena “gold rush” di Australia menunjukkan bagaimana emosi pasar dan ketidakpastian global dapat memicu perilaku massal terhadap aset tertentu.
Meski emas tetap menjadi aset lindung nilai jangka panjang, para analis mengingatkan agar investor tetap berhati-hati menghadapi potensi koreksi besar setelah lonjakan cepat yang tidak didukung fundamental kuat.
Sumber Data:
- The Guardian
- VNExpress
- Reuters
National Australia Bank (NAB)
Selanjutnya: IHSG Naik 0,90% ke 8.166, Cek Saham Net Buy dan Net Sell Terbesar Asing Kemarin
Menarik Dibaca: Realme 15T Tonjolkan Textured Matte 4R Design dengan AirFlow VC Cooling
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













