Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Harga emas bertahan di kisaran US$ 4.000 per ons setelah The Fed memangkas suku bunga 25 bps. Pasar menunggu sinyal lanjutan kebijakan Jerome Powell di tengah meredanya tensi dagang AS–Tiongkok.
Harga emas dunia mulai nyaman bergerak di kisaran US$ 4.000 per ons, meski sempat tertekan aksi jual. Pelaku pasar kini fokus menantikan sinyal baru dari Federal Reserve (The Fed) terkait arah kebijakan suku bunga Amerika Serikat.
Mengutip Kitco News, pekan lalu, The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, sesuai ekspektasi pasar. Namun komentar Ketua The Fed Jerome Powell menimbulkan keraguan akan kelanjutan siklus pemangkasan berikutnya.
Powell menegaskan bahwa pemotongan suku bunga ketiga berturut-turut di Desember belum tentu terjadi. Akibat pernyataan hawkish itu, ekspektasi pasar terhadap peluang pemangkasan turun dari 90% menjadi 63%, dan harga emas sempat terkoreksi ke US$ 3.900 per ons sebelum kembali menguat.
Baca Juga: Robert Kiyosaki: Crash Pasar Masif Akan Sapu Jutaan Orang, Ini 4 Aset Aman Pilihannya
Ketegangan AS–Tiongkok Mereda, Daya Tarik Emas Melemah
Meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga menekan minat investor terhadap emas sebagai aset aman. Saat ini, harga emas berada di sekitar US$3.988 per ons, turun hampir 1% dalam sehari.
Menurut Philip Streible, Kepala Strategi Pasar di Blue Line Futures, emas masih punya peluang naik, tetapi butuh momentum kuat untuk menembus resistance di US$ 4.175 per ons.
“Data ekonomi yang lebih lemah bisa memaksa The Fed melanjutkan pemangkasan suku bunga. Itu akan menjadi katalis bagi emas untuk rebound,” ujarnya.
Prospek Konsolidasi Jangka Pendek
Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, menilai tekanan jual belum mengubah prospek jangka panjang emas. Namun, ia memperkirakan harga akan berkonsolidasi terlebih dahulu.
“Powell, seperti banyak pihak lain, sedang ‘terbang buta’. Jadi kehati-hatian masih jadi kata kunci. Penutupan mingguan di atas US$ 4.000 sudah cukup positif untuk sentimen pekan depan,” katanya.
Baca Juga: Warren Buffett Siap Pamit: Untung Berkshire Naik 17% dan Pegang Kas Rp 6.343 Triliun
Aaron Hill, Kepala Analis Pasar di FP Markets, memperkirakan perdagangan akan tetap volatil karena pasar mencari keseimbangan antara prospek pemangkasan suku bunga dan meredanya risiko geopolitik.
“Selama harga emas bertahan di atas US$ 3.950, saya melihatnya sebagai peluang beli. Pembelian bank sentral dan kebutuhan hedging portofolio akan tetap menopang harga,” jelasnya.
Ketidakpastian Politik AS Bisa Topang Harga Emas
Lukman Otunuga, Analis Pasar Senior FXTM, menambahkan ketidakpastian politik di AS juga dapat mendukung harga emas. Pemerintah AS masih berjuang mengesahkan undang-undang pendanaan baru untuk menghindari shutdown terpanjang dalam sejarah.
“Secara teknikal, emas turun 8% dari rekor tertinggi, tapi masih naik 4% bulan ini. Resistance kuat di US$ 4.050 dan support di US$ 4.000. Arah breakout akan menentukan tren selanjutnya,” katanya.
Jadwal Data Ekonomi AS Pekan Ini
Investor juga akan mencermati sejumlah data ekonomi penting yang dapat memengaruhi arah kebijakan The Fed dan pergerakan harga emas:
- Senin: ISM Manufacturing PMI
- Rabu: ADP Employment & ISM Manufacturing Survey
- Kamis: Pertemuan kebijakan moneter Bank of England
- Jumat: University of Michigan Preliminary Consumer Sentiment
Tonton: Grafik Harga Emas Antam, Hari Ini Naik atau Turun? (2 November 2025)
Kinerja data tenaga kerja dan konsumsi akan menjadi petunjuk utama apakah The Fed masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut atau menahan diri hingga kondisi ekonomi lebih jelas.
Sumber Data
- Kitco News – Gold Prices Hold Above $4,000 As Fed Signals Caution
- Reuters – Gold Steadies As Investors Weigh Fed Comments, Trade Tensions
- FXStreet – Gold Price Forecast: Technical Levels to Watch This Week
Selanjutnya: Prakiraan Cuaca Yogyakarta, Solo, Semarang Hari Ini Senin (3/11/2025)
Menarik Dibaca: Cermati Bunga Deposito Panin Bank November 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













