Sumber: AFP | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Hubungan Amerika Serikat dan China kembali jadi sorotan dunia. Menjelang pertemuan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping di Korea Selatan pada Kamis (30/10/2025), kedua negara menghadapi kombinasi rumit antara persaingan geopolitik, isu Taiwan, dan kesepakatan dagang yang menggantung.
Hubungan Rumit Dua Raksasa Dunia
Mengutip AFP, selama bertahun-tahun, China menjadi satu-satunya isu yang relatif menyatukan kubu politik di Washington. Namun, di bawah kepemimpinan Trump, pola hubungan itu berubah.
Trump memuji Xi Jinping — seraya tetap keras terhadap Beijing — dan menyebut pemimpin China itu sebagai sosok “brilian” yang “memimpin 1,4 miliar orang dengan tangan besi.”
“Tidak ada seorang pun di Hollywood yang seperti orang ini,” ujar Trump dalam wawancara di Fox News saat kampanye bulan lalu.
Trump juga menilai kemungkinan invasi China ke Taiwan sebagai hal yang “tidak akan terjadi”, sembari menekankan kekuatan hubungan pribadi keduanya.
Baca Juga: China Mengamuk! Ancam Balas Sanksi Inggris Atas Minyak Rusia, Apa yang Terjadi?
Agenda Dagang Jadi Fokus
Trump disebut akan mendorong kesepakatan dagang baru antara dua ekonomi terbesar dunia itu. Dalam kampanyenya, ia sempat mengancam akan menaikkan tarif, namun kini memberi sinyal ingin membuka ruang negosiasi.
Kedua pihak baru saja menyelesaikan pembicaraan pendahuluan di Kuala Lumpur, yang menurut diplomat AS, “berjalan konstruktif.”
Ryan Hass, penasihat utama China era Obama sekaligus analis di Brookings Institution, mengatakan:
“Trump mencari kesepakatan. Tapi birokrasi AS masih fokus menghadapi Beijing sebagai pesaing strategis.”
Menurut Hass, Beijing tak tertarik pada “era keemasan” kerja sama ekonomi baru. “China ingin memposisikan diri di pusat dan mendorong AS ke pinggiran,” katanya.
Baca Juga: 7 Sektor Raksasa Dunia yang Pertaruhan Nasibnya Ditentukan di Meja Trump–Xi
Sikap China: Transaksional Tapi Waspada
Analis Yun Sun dari Stimson Center menilai bahwa, meski China berhati-hati terhadap gaya diplomasi Trump, Beijing menganggap pendekatan presiden AS itu lebih “transaksional” dan bisa dinegosiasikan.
“Mereka tahu Trump lebih fleksibel dibanding Biden dalam memberi konsesi,” ujarnya.
Sun mencontohkan bagaimana pemerintahan Trump sebelumnya menolak kunjungan transit Presiden Taiwan Lai Ching-te di New York — langkah yang disambut positif Beijing.
Isu Taiwan Masih Jadi Ujian
Mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS, Henrietta Levin (CSIS), menilai isu Taiwan tetap jadi batu ujian paling sensitif dalam pertemuan Trump–Xi kali ini.
“Tidak jelas bagaimana Trump akan merespons tuntutan Xi tentang Taiwan. Ia sering mengaitkan isu strategis dengan tawar-menawar ekonomi,” kata Levin.
Sementara itu, Menlu Marco Rubio, pendukung Taiwan, memastikan bahwa AS tidak akan “meninggalkan Taiwan” demi kesepakatan dagang dengan China.
Tonton: Di Malaysia, AS China Sepakat Redakan Perang Dagang
Analisis singkat
Pertemuan di Korea Selatan ini bisa menjadi momen diplomatik penting pertama sejak hubungan AS–China memburuk akibat perang dagang dan konflik Taiwan.
Jika Trump kembali mengedepankan gaya negosiasi personal, kesepakatan kecil di sektor perdagangan bisa terjadi — namun isu strategis seperti Taiwan dan militerisasi Laut China Selatan tetap sulit dikompromikan.
Selanjutnya: Penjualan Komoditas Melejit, Kinerja Aneka Tambang (ANTM) Semakin Solid
Menarik Dibaca: Peringati Hari Stroke dengan Mengenal Tanaman Herbal Ini, Bantu Pemulihan Stroke
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













