Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Hubungan dagang Amerika Serikat dan China mulai mencair setelah bertahun-tahun dilanda perang tarif.
Beijing sepakat membeli 12 juta ton kedelai dari AS hingga Januari 2026, disertai komitmen tambahan 25 juta ton per tahun selama tiga tahun ke depan.
Angka itu jauh menurun dibanding pembelian 22,5 juta ton pada musim sebelumnya, setelah perang tarif selama berbulan-bulan sempat menghentikan seluruh transaksi kedelai antara kedua negara.
Kesepakatan ini menjadi sinyal penting pemulihan ekspor pertanian AS sekaligus meredakan ketegangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Melansir Reuters, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan, selain pembelian jangka pendek itu, China juga berkomitmen membeli 25 juta ton per tahun selama tiga tahun ke depan sebagai bagian dari kesepakatan dagang baru antara Washington dan Beijing.
Penurunan permintaan dari China sebelumnya telah membuat petani kedelai AS—basis politik penting bagi Presiden Donald Trump—merugi miliaran dolar.
Kesepakatan baru ini, menurut Bessent, menandai kembali normalnya perdagangan dengan importir kedelai terbesar AS tersebut. Dalam lima musim panen terakhir, rata-rata ekspor kedelai AS ke China mencapai 28,8 juta ton per tahun.
Baca Juga: Trump–Xi Saling Puji di Busan: Siapa yang Pulang Lebih Bahagia?
“Petani kedelai kita yang dulu dijadikan pion politik kini bisa bernapas lega. Mereka akan kembali makmur,” ujar Bessent dalam wawancara dengan Fox Business Network.
Kesepakatan yang dirundingkan di Malaysia akhir pekan lalu ini bisa ditandatangani paling cepat pekan depan.
Bessent menambahkan, negara-negara Asia Tenggara lain juga sepakat membeli tambahan 19 juta ton kedelai dari AS, meski ia belum menyebutkan negara mana saja atau jadwal pengirimannya.
Sebagai respons atas kabar itu, kontrak berjangka kedelai paling aktif di Chicago Board of Trade naik 1,2% dan ditutup di level tertinggi dalam 15 bulan terakhir, yaitu US$ 11,07 per gantang.
Namun, beberapa analis menilai kesepakatan ini belum cukup untuk memperluas ekspor kedelai AS.
Baca Juga: Penangguhan Ekspor Mineral Langka China: Jangan Senang Dulu! Pembatasan Tetap Berlaku
“Angka pembeliannya realistis, tapi belum menunjukkan ekspansi besar untuk ekspor AS,” kata Ted Seifried, analis utama Zaner Ag Hedge.
Angin Segar bagi Petani AS
Kabar ini disambut gembira oleh kelompok petani setelah perang dagang era Trump membuat ekspor kedelai AS anjlok hingga US$ 24,5 miliar tahun lalu. Panen tahun ini disebut menjadi yang kelima terbesar sepanjang sejarah AS.
Selama permintaan dari China melemah, petani AS mengalami tekanan akibat harga kedelai yang rendah dan biaya produksi—seperti pupuk, benih, dan peralatan—yang terus naik.
“Ini langkah penting untuk memulihkan hubungan dagang jangka panjang yang stabil dan menguntungkan bagi keluarga petani,” kata Presiden American Soybean Association, Caleb Ragland.
Presiden American Farm Bureau Federation, Zippy Duvall, menambahkan, “Pemulihan pasar dan pembelian dari China akan memberi kepastian bagi petani yang selama ini bertahan di tengah ketidakpastian.”
Baca Juga: Trump Pilih Diam di Hadapan Xi Jinping Soal Isu Taiwan, AS Mundur Teratur?
China Tetap Diversifikasi Sumber Kedelai
Dalam unggahan di media sosial, Donald Trump menyebut Presiden China Xi Jinping telah memberi izin pembelian besar-besaran terhadap kedelai, sorgum, dan produk pertanian lainnya dari AS.
Namun analis di Beijing menilai kesepakatan ini sebenarnya hanya mengembalikan perdagangan ke level normal sebelum perang dagang, bukan ekspansi besar.
“Target pembeliannya sejalan dengan rata-rata beberapa tahun terakhir,” kata Even Rogers Pay dari Trivium China.
Sementara itu, Johnny Xiang dari AgRadar Consulting menambahkan, pelaku pasar masih menunggu kepastian apakah China akan menurunkan tarif impor kedelai AS dari 20% menjadi 10%, atau bahkan menghapusnya sepenuhnya.
“Kalau tarif tetap tinggi, pembeli komersial tak akan punya insentif kuat untuk membeli kedelai AS,” ujarnya.
Sejak perang dagang pertama di era Trump, China memang berupaya mendiversifikasi sumber kedelainya. Tahun 2024, hanya sekitar 20% kedelai China berasal dari AS, turun drastis dari 41% pada 2016, menurut data bea cukai China.
Tonton: Di Malaysia, AS China Sepakat Redakan Perang Dagang
Kesimpulan:
Kesepakatan kedelai ini menunjukkan bahwa baik Beijing maupun Washington kini memilih pragmatisme di tengah rivalitas strategis yang kian kompleks. Bagi AS, langkah ini membantu menenangkan basis politik domestik dan memberi napas pada sektor pertanian yang sempat terpukul.
Bagi China, komitmen pembelian ini adalah sinyal stabilitas—bukan penyerahan diri—karena diversifikasi pasokan tetap menjadi strategi jangka panjang.
Selanjutnya: Wall Street Menguat Ditopang Laba Amazon, Tapi Kekhawatiran Suku Bunga Redam Euforia
Menarik Dibaca: Prompt Edit Foto di Gunung Pakai Gemini AI, Cukup Lakukan Langkah Mudah Berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













